Senin, 21 November 2011

BAKAT DAN MINAT SISWA MODAL PENTING PEMBELAJARAN


A.   PENDAHULUAN
Lembaga Pendidikan dalam era multikultural sekarang ini, tentu memiliki peserta didik dari berbagai kalangan dengan bakat dan minat yang berbeda satu sama lain. Keadaan ini secara tidak langsung telah mendorong lembaga pendidikan memiliki respon yang baik terhadap peserta didik yang ada. Lembaga pendidikan dituntut mampu mengadopsi seluruh kebutuhan siswa dengan latar belakang bakat dan minat yang berbeda.
Untuk menjawab tantangan tersebut, lembaga pendidikan semestinya memiliki kebijakan yang berpihak kepada peserta didik, terutama dalam mengembangkan bakat yang mereka bawa dan minat yang perlu dikemas. Upaya tersebut,  salah satunya dapat diterapkan dalam proses pembelajaran sebagai media utama pengembangan bakat dan minat.
Dalam proses pembelajaran, guru sebagai fasilitator semestinya memiliki kepekaan yang kuat pada bakat dan minat peserta didiknya. Dengan mengetahui bakat dan minat peserta didik sebenarnya guru telah menemukan salah satu faktor yang dapat mendorong peserta didik tersebut sampai pada tujuan belajarnya.
Dalam tulisan ini akan diuraikan mengenai bakat dan minat peserta didik, sebagai salah satu karakteristik siswa dalam sebuah lembaga pendidikan, yang dapat dikembangkan dan dikemas sedemikian rupa oleh lembaga pendidikan dalam upaya mengantarkan peserta didik pada kompetensi yang sesuai dengan bakat dan minatnya.

B.    BAKAT DAN MINAT
a.    Bakat
Secara umum, bakat (aptitude) adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang (Chaplin, 1972; Reber, 1988).[1] Artinya bahwa semua orang dari semua kalangan memiliki bakat masing-masing yang akan mengantarkan pribadinya pada suatu kemapanan tertentu sesuai dengan bakat yang dimilikinya.
Dalam kehidupan sehari-hari kita menemukan individu dengan kemampuan dan keterampilan khusus, hal ini tentu karena bakat yang mereka miliki dan telah berkembang sedemikian rupa, sehingga menjadi suatu skill khusus yang membedakanya dengan orang lain. William B. Michael memberi definisi bakat sebagai berikut: An aptitude may be defined as a person’s capacity, or hypothetical potential, for acquisition of a certain more or less welldefined pattern of behavior involved in the performance of a task respect to which the individual has had little or no previous training (Michael, 1960, p. 59).[2]
b.    Minat
Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.(Muhibbin Syah, 2000 : 136). Dengan minat ini, peserta didik dapat melakukan sesuatu secara maksimal,  jika hal ini terjadi dalam proses pembelajaran, maka dengan minat khusus,  tujuan pembelajaran baginya lebih cepat dikuasai, atau meskipun lambat, tujuan itu tetap mereka raih karena kegigihan usaha dari minatnya tersebut.
Minat merupakan sifat yang tertanam dalam diri individu, sehingga ia merupakan motivasi internal yang berkembang dalam merespon stimulus diluarnya. Jika stimulus yang datang adalah proses pembelajaran, maka minat ini akan muncul pada sikap peserta didik dalam menanggapi mata pelajaran yang disajikan.  dalam kaitan ini, dimungkinkan seorang peserta didik lebih menyukai suatu mata pelajaran tertentu sesuai dengan minat dalam dirinya. 
                  
C.    UPAYA MENGEMBANGKAN BAKAT DAN MENGAKTIVASI MINAT
Setelah memahami apakah itu bakat dan minat, berikutnya lembaga pendidikan khususnya guru dituntut mampu mengembangkan keduanya agar memiliki signifikansi terhadap hasil pembelajaran. Pengetahuan dan pemahaman tentang bakat dan minat digunakan guru sebagai acuan pengembangan proses pembelajaran.  Pembelajaran yang menggunakan dua potensi besar ini dimungkinkan memiliki kecenderungan berhasil yang lebih besar. Perencanaan pembelajaran yang mengefektifkan bakat dan minat sudah selayaknya digunakan oleh lembaga pendidikan, khususnya guru dimasa modern ini.
a.    Mengembangkan bakat
Sebagaimana telah diurai dimuka, bahwa bakat dimiliki oleh setiap individu. Peserta didik yang akan mengukuti pembelajaran datang dengan membawa bakat ini. Disinilah peran guru sebagai fasilitator dapat mengembangkan bakat peserta didik. Hal-hal yang mungkin dapat dilakukan guru dalam mengembangkan bakat peserta didik  adalah sebagai berikut:
1.    Kenali bakat setiap peserta didik. Dengan mengenali bakat peserta didik, maka guru memiliki acuan yang jelas dalam mengembangkan bakat peserta didik tersebut. Bakat dalam hal ini bisa berupa IQ dan SQ. Peserta didik dengan IQ tinggi harus diperlakukan berbeda dengan peserta didik dengan IQ sedang atau biasa saja. Dengan mengenali bakat ini, maka guru dapat memberi motivasi kepada peserta didik untuk mencapai bakat maksimalnya. “seorang siswa yang berbakat dalam bidang elektro, misalnya, akan jauh lebih mudah menyerap informasi, pengetahuan, dan keterampilannya yang berhubungan dengan bidang tersebut dibanding dengan siswa lainnya. (Muhibbin Syah, 2000 : 136)
2.    Menggunakan Pendekatan Individual dalam pembelajaran
“Rencana Keller (The Keller Plan), pengajaran yang ditentukan secara individual, Program bagi Pembelajaran dalam kesesuaianya dengan kebutuhan, dan pendidikan berpadukan secara individual......”(Mark. K. Smith, 2010 : 94). Dalam teori ini, setelah mengenali bakat peserta didik guru memberikan materi sesuai dengan bakat yang mereka miliki. Misalnya sistem KBK yang diterapkan saat ini, merupakan upaya mengefektifkan pengajaran yang bersifat individual. Individu dengan bakat yang bagus, mungkin akan lebih cepat menguasai matrei yang diajikan oleh guru, sehingga ia layak mengikuti akselerasi materi, walaupun teman-teman dikelasnya belum menguasai materi tersebut. Tetapi untuk melakukan ini,  guru harus menyediakan waktu dan fikiran yang lumayan besar.
b.    Mengaktivasi minat
Minat  kadang berubah tinggi atau rendah, jika kita mengacu pada pengertian minat menurut Muhibbin Syah. Artinya minat  masih bisa diaktivasi. Ia merupakan gejala jiwa yang masih bisa dipengaruhi dari luar (Motivasi ekternal). Guru dengan penampilan menarik dan menyajikan materi dengan menarik pula tentu akan lebih diminati oleh siswa dibanding dengan kebalikannya. Hal ini menunjukan bahwa minat merupakan suatu yang timbul dari diri seorang peserta didik, tetapi melalui rangsangan dari luar. Sehingga respon muncul dengan sukarela dan bermakna.
Untuk sampai pada kemampuan mengaktivasi minat peserta didik, “pendidik dapat mengatur strategi pendidikan dengan mendasarkan kepada kesiapan anak untuk menerima memahami dan menguasai bahan pendidikan sesuai dengan kemampuan anak”. (Abu Ahmadi, 1991 : 220). Karena itu, dalam melakukan pemberdayaan minat ini beberapa hal berikut dapat menjadi solusi bagi seorang guru.
1.    Kenali motivasi peserta didik
Mengenali motivasi belajar peserta didik dapat dilakukan pada waktu pembelajaran berlangsung. Ternyata banyak peserta didik yang menyukai mata pelajaran  khusus, misalnya hanya IPA saja, atau IPS saja atau yang lainnya, kondisi seperti inilah yang menantang  guru mempunyai kompetensi untuk mengajarkan materi  berbasis minat mereka.
2.    Kenali tingkat usia peserta didik
Ranah psikologi ini memungkinkan individu mempunyai sifat-sifat khusus dan kondisi yang khusus berdasarkan usia mereka, oleh karena itu guru harus pandai mengolah taraf usia ini. Perlakuan terhadap siswa SD tentu saja harus berbeda dengan siswa SMP, begitu juga seterusnya pada jenjang usia yang lebih tinggi.
3.    Kenali lingkungan peserta didik
Lingkungan merupakan tempat hidup peserta didik terbanyak dalam kesehariannya. Warna kehidupan dilingkungan mereka akan berpengaruh pada kondisi minatnya. Sebagai contoh, anak yang berada pada lingkungan pengrajin, akan terpengaruh menjadi pengrajin.
4.    Ciptakan komunikasi dua arah
Komunikasi dikelas mesti dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi agar materi yang diberikan dapat dicapai Tujuan Intruksional Khususnya (TIK). Berbagai metode komunikasi, yang berkembang dari satu arah menjadi berbagai arah di dalam kelas akan memeriahkan interaksi antara guru dan murid, antara murid dengan murid lainnya. ( Elfindri, 2010 : 119)

D.   PEMBELAJARAN BERBASIS BAKAT DAN MINAT
Teori pembelajaran kontruktivisme agaknya cocok untuk diadopsi dalam pembelajaran berbasis bakat dan minat, sebab ia memiliki kekunggulan dalam hal konsturksi pengetahuan dan keterampilan. “Karena pembelajar mampu menafsirkan realitas-realitas ganda, pembelajar menjadi mampu dengan lebih baik menghadapi situasi kehidupan nyata. Jika seorang pembelajar bisa menyelesaikan masalah, mereka mungkin menggunakan pengetahuan yang mereka punyai dengan lebih baik bagi sebuah situasi baru (Schuman, 1996)[3]
Setelah memilih teori pembelajaran yang cocok, selanjutnya dilakukan analisis perencenaan pembelajaran yang tepat sesuai bakat dan minat siswa. Maka proses pembelajaran dilakukan sesuai perencanaan tersebut.
Dalam mengorganisasi pembelajaran berbasis bakat dan minat, guru dituntut lebih teliti dan tertib, sebab mungkin saja dalam waktu bersamaan guru dituntut melayani siswa dalam jumlah yang banyak dengan latar bealakang bakat dan minat mereka. Untuk meringankan beban guru, pembelajaran berbasis bakat dan minat ini sebaiknya diselenggarakan dalam kelas kecil yang terdiri dari 5 – 10 siswa dalam satu proses pembelajaran. Dalam kondisi  jumlah siswa lebih banyak dari itu dilakukan team teaching atau timwork.

E.    PENUTUPAN
Proses pembelajaran yang dilakukan berdasarkan bakat dan minat memungkinkan peserta didik lebih memahami materi yang dipelajari, tetapi menuntut guru memiliki pengetahuan, persiapan dan organisasi kelas yang maksimal. Pembelajaran berbasis bakat dan minat dewasa ini menjadi sebuah harapan, sebab output pendidikan di era modern dituntut memiliki lifeskil yang bagus, agar dapat hidup layak di tengah modernitas.



Daftar Pustaka

1.    Abu Ahmadi, Drs. H., 1991,  Ilmu Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta
2.    Elfindri, Prof. Dr., 2010, soft Skills untuk Pendidik, Baduose Media,
3.    Mark K. Smith, 2010, Teori Pembelajaran dan Pengajaran, Mirza Media Pustaka, Yogyakarta
4.    Muhibbin Syah, 2000, Psikologi Pendidikan, Remaja Rosdakarya, Bandung
5.    Sumadi Suryabrata, 1984, Psikologi Pendidikan, Rajawali, Jakarta


[1] Disadur dari  buku Psikologi Pendidikan karya Muhibbin Syah, M. Ed. Tahun 2000 halaman 135.
[2] Disadur dari buku Psikologi Pendidikan karya Sumadi Suryabrata, tahun 1984, Rajawali, Jakarta halaman 170.
[3] Baca, Teori Pembelajaran dan Pengajaran, Karya Mark. K. Smith, 2010 hal. 108

MEMBEKALI GURU DENGAN PERENCANAAN PEMBELAJARAN


A.      PENDAHULUAN
Pembelajaran merupakan proses memperoleh ilmu pengetahuan bagi peserta didik dan proses transfer ilmu bagi guru.  Mendapatkan pengalaman dengan pembelajaran bagi peserta didik berarti  memiliki pengetahuan dan kemampuan baru dalam dirinya.  pengetahuan yang dikuasai peserta didik tersebut, diperoleh  berdasarkan proses pembelajaran yang diikutinya bersama guru atau pembelajar. Dalam hal ini guru memiliki peran mengantarkan peserta didik pada pengetahuan dan kemampuan tersebut.” Pembelajar mengemban tugas utamanya adalah mendidik dan membimbing peserta didik untuk  belajar serta mengembangkan dirinya. Di dalam tugasnya seseorang pembelajar diharapkan dapat membantu peserta didik dalam memberi pengalaman-pengalaman lain untuk membentuk kehidupan sebagai individu yang dapat hidup mandiri di tengah-tengah masyarakat modern”.(Martinis Yamin, 2011 : 1)
 Tugas membantu peserta didik sampai pada pengalaman dan pengetahuan menuntut  guru memiliki kemampuan maksimal  dalam proses pembelajaran,  agar proses pembelajaran yang disajikan benar-benar disenangi oleh peserta didik. Untuk mencapai  kebutuhan tersebut guru dapat membekali diri dengan perencanaan pembelajaran yang tepat.
Perencanaan pembelajaran merupakan suatu yang berhubungan dengan materi yang akan disajikan, sebab setiap materi yang akan disajikan memiliki karakteristik masing-masing. Kepiawaian guru dalam menemukan perencanaan yang tepat untuk suatu materi tertentu akan membantu memudahkan peserta didik lebih cepat menemukan pengetahuan yang ingin dikuasainya.
“Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata pelajaran, Standar Kompetensi (SK), Kompetensi dasar(KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu,metode pembelajaran,kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar.” (Rusman, 2010 : 4).

B.       PERENCANAAN PEMBELAJARAN
Perencanaan, dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti: ( perencanaan n hal merencanakan; hal merancangkan;). Dan pembelajaran dari kata belajar berarti: ( belajar v berusaha mengetahui sesuatu; berusaha memperoleh ilmu pengetahuan (kepandaian, keterampilan). Dalam pemahaman penulis, pembelajaran menunjukan prosesnya. Dengan demikian maka perencanaan pembelajaran berarti perancangan yang dilakukan guru mengenai pembelajaran, yang berhubungan dengan materi, tujuan dan proses.
Perencanaan  yang dilakukan guru sebelum memasuki proses pembelajaran yang sesungguhnya,  dapat dilakukan dengan melihat kriteria materi yang akan disajikan, tujuan yang ingin dicapai, dan hasil belajar secara keseluruhan. Materi ajar atau materi pelajaran, apabila diperhatikan ternyata memiliki sifat dan kriteria yang berbeda satu sama lain, sehingga memerlukan perhatian dan perlakuan  yang berbeda pula dalam melaksanakan pembelajaran. Oleh karena itu pola materi ini seyogyanya menjadi suatu bahan pertimbangan guru sebelum proses pembelajaran dilakukan. Pertimbangan yang dilakukan guru ini nantinya akan membantu menentukan pola apa, metode apa, media yang mana yang akan digunakan dalam pembelajaran. Disinilah sebenarnya perencanaan itu dilakukan.
Dalam melakukan perencanaan juga, guru harus memperhatikan silabus (kerangka pelajaran), berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang ingin dicapai. Dengan memperhatikan SK dan KD, guru memiliki batas yang jelas dalam mengorganisasi pembelajaran. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar akan mengantarkan guru pada batas dibutuhkan atau tidaknya suatu uraian konsep dalam proses pembelajaran, ia juga akan berkontribusi pada pemetaan materi ajar yang sesungguhnya. Materi mana yang perlu didahulukan dan mana yang bisa ditunda. Dengan demikian guru melakukan proses sesuai dengan patokan yang dibuat sebelumnya dengan pertimbangan terpenuhinya SK dan KD tersebut.
Pertimbangan yang mengantarkan guru pada perencanaan sebelum melaksanakan proses pembelajaran merupakan tindakan preventif yang dilakukan guru untuk mencegah terjadinya penyimpangan tujuan, bahkan mungkin materi ajar dari kehendak kurikulum. Sehingga dimungkinkan suatu tujuan (misalnya A) dalam kurikulum  menyimpang (Misalnya jadi B). Dalam analogi sederhana misalnya,  jika kita mengharapkan panen padi, yang kita pupuk dan pelihara adalah pohon padi, bukan memupuk dan memelihara rumput disekitarnya. Pola berpikir untuk menemukan tujuan dan hasil  inilah semestinya diperhatikan dan digunakan guru sebelum melakukan proses pembelajaran.

C.       ANALISIS PERENCANAAN
“Kurikulum meliputi segala sesuatu yang dapat dipakai mendidik anak-anak, atau dengan kata lain: segala sesuatu yang dapat dimasukan kedalam lingkungan dan sebagainya, yang dahulu dipandang sport, kepanduan, pertandingan olahraga dan sebagainya, yang dahulu dipandang sebagai “extra curriculum actifities”, sekarang menjadi bagian kurikulum”. (Dr. S. Nasution: Asas asas kurikulum)[1].
Dari pendapat diatas, dapat kita fahami bahwa dalam melakukan perencanaan pembelajaran, guru harus memahami kurikulum. Setelah itu dapatlah guru menentukan  mata pelajaran yang akan disampaikan, urutan-urutan mengajarkan mata pelajaran tersebut, batas-batas bahan pelajaran tersebut, jumlah jam yang tersedia, metode dan media yang mungkin digunakan, alat bantu pelajaran yang menunjang dan sebagainya. setelah semuanya di analisis maka dapatlah itu mulai diterapkan dalam proses pembelajaran.
Menurut Dr. Rusman M.Pd, seperti telah dikemukakan diatas, perencanaan meliputi Silabus, RPP, dan perangkat lainnya terutama Tujuan yang di urai dalam SK, KD dan Indikator. Dengan demikian, dalam melakukan perencanaan pembelajaran guru harus memahami benar komponen-komponen ini, agar perencanaan yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan tentunya dapat menciptakan pembelajaran yang bukan hanya mengantarkan tujuan belajar peserta didik, tetapi juga menyenangkan bagi mereka.
a.    Silabus
“Silabus sebagai acuan pengembangan RencanaPelaksanaan Pembelajaran memuat identitas mata pelajaran atau tema pelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu dan sumber belajar”.(Rusman, 2010 : 5)
Mengurai dan memberi perhatian seksama pada silabus, artinya guru mempersiapkan materi ajar agar sesuai dengan kebutuhan di lingkungan peserta didik . analisis yang tepat pada silabus, akan mendorong peserta didik lebih senang pada pembelajaran. Mempersiapkan silabus sesuai dengan kebutuhan peserta didik ini semestinya dilakukan guru sebelum proses pembelajaran berlangsung, sebab ia menjadi suatu acuan untuk melakukan tindakan berikutnya.
Dewasa ini KTSP yang mulai dikembangkan sebenarnya menuju  terciptanya situasi perencanaan yang baik, sebab “pada intinya KTSP merupakan kurikulum yang harus dikembangkan sendiri oleh sekolah-sekolah pemakai sesuai dengan kebutuhan sekolah dan potensi yang dimiliki sekolah dan daerah tempat sekolah itu berada” (Martinis Yamin, 2011 : 92). Analisis kebutuhan, jelas dilakukan sebelum proses pembelajaran dilangsungkan. Oleh karena itu, maka penting sekali guru memahami silabus dalam perencanaan.
b.    RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)
Merancang RPP sesudah menentukan silabus, sebenarnya  memperluas cakupan organisasi pembelajaran. RPP memuat komponen-komponen yang terdapat dalam silabus, tetapi diurai lebih lengkap, terutama dalam menentukan kompetensi dasar dan pelaksanaan pembelajaran,  untuk menciptakan proses pembelajaran lebih bermakna dan disukai peserta didik. “  Setiap guru pada satuan pendidikan  berkewajiban menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi, peserta didik untuk berpartisipasi aktif,......”(Rusman, 2010 : 5).
c.    SK dan KD
Kompetensi yang ingin dicapai merupakan pernyataan tujuan (goal statement) yang hendak diperoleh peserta didik serta menggambarkan hasil belajar (learning outcomes) pada aspek pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap. (E. Mulyasa, 2006 : 97). Analisis SK dan KD mutlak dilakukan guru dalam melakukan perencanaan, sebab ia merupakan tujuan akhir proses pembelajaran yang diciptakan. Kesesuaian antara proses dan tujuan hanya akan tercipta manakala dilakukan perencanaan yang tepat. Sebagai contoh, dalam mata pelajaran PAI terdapat SK dan KD tentang shalat, guru PAI dapat melakukan perencanaan proses pembelajaran dengan metode inquiry dan demontrasi. Inquiry memberi peluang pada peserta didik untuk menemukan pengetahuan tentang shalat, dan demontrasi memberi ia pembelajaran bagaimana praktik shalat, karena outcomes yang diharapkan dari SK dan KD shalat ini sebenarnya peserta didik mau melakukan shalat bukan hanya tahu melakukan shalat.
d.   Metode Pembelajaran
Metodik umum yaitu ilmu yang membahas cara-cara mengajarkan sesuatu jenis mata pelajaran tertentu secara umum artinya hanya secara garis besar pada suatu mata pelajaran tertentu.(Abu Ahmadi, 1985 : 11)
Dengan karakteristik mata pelajaran yang akan disampaikan, guru hendaklah memahami metode yang lebih khusus lagi sesuai dengan mata mata pelajaran yang akan disajikan. sebab penggunaan metode pembelajaran yang baik akan sangat besar pengaruhnya terhadap ketercapaian SK dan KD. Untuk itu guru juga dituntut memiliki metode khusus untuk mata pelajaran yang diampunya.
Metodik khusus adalah ilmu yang membahas cara-cara mengajarkan sesuatu jenis pelajaran tertentu secara mendetail artinya diuraikan sampai kepada bagian-bagian yang sekecil-kecilnya. (Abu Ahmadi, 1985 : 11)

D.      PENUTUPAN
Perencanaan Pembelajaran semestinya dirancang oleh guru sebelum proses pembelajaran dilakukan, agar guru dapat mengantarkan siswa pada tujuan belajar yang mereka inginkan dengan penuh perhatian dan menyenangkan bagi mereka. Perencanaan dapat dilakukan dengan menelaah dan menyusun silabus dengan baik, menyusun RPP yang memuat Tujuan, metode, materi dan lainnya. Setelah semuanya dipersiapkan dengan baik, barulah guru melakukan proses pembelajaran.



Daftar Pustaka
1.    Abu Ahmadi, H. Drs. 1985, Pengantar Metodik Didaktik, Armico, Bandung
2.    E. Mulyasa, Dr. M. Pd, 2006, Menjadi Guru Profesional, Remaja Rosdakarya, Bandung
3.    Pusat Bahasa, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdiknas, Jakarta
4.    Martinis Yamin, Dr. M.Pd, 2011, Paradigma Baru Pembelajaran, GP Press, Jakarta
5.    Rusman, Dr. M.Pd, 2011, Model-Model Pembelajaran, Rajagrafindo Persada, Jakarta


[1] Baca: Didaktik Metodik karya Abu Ahmadi, penerbit Armico, Tahun terbit 1985, hal 96-97

Jumat, 11 November 2011

PARADIGMA PEMBELAJARAN BERBASIS DESAIN DAN MODEL

A.      Pendahuluan
Dewasa ini proses pembelajaran sudah mengalami kemajuan ke arah yang lebih baik, dengan lahirnya model-model baru pembelajaran. Model pembelajaran, adalah sebuah metodologi atau piranti untuk melaksanakan perubahan.[1] Bermunculannya model pembelajaran yang baru, memberi warna pada proses pendidikan dan pembelajaran di lembaga pendididkan saat ini. Ia berkontribusi secara positif pada pembentukan kultur belajar yang lebih baik dan lebih maju dibanding sebelumnya.
Proses pembelajaran dengan model baru yang menyenangkan memungkinkan terjadinya interaksi antara guru dan siswa lebih efektif dan efisisen, sehingga tujuan pembelajaran lebih mudah dicapai dan dikuasai oleh siswa. Model pembelajaran seperti ini mulai digunakan di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Guru-guru di Indonesia saat ini mulai sadar akan perubahan paradigma pembelajaran sesuai dengan model-model pembelajaran yang berkembang berdasarkan tuntutan jaman dan budaya.
Perubahan jaman dan budaya yang semakin cepat memang menghendaki adanya paradigma baru  proses pembelajaran, sebab ia akan menjadi sebuah counter terhadap masuknya budaya-budaya yang negatif yang tidak selaras dan sesuai dengan budaya lokal. Percampuran budaya telah begitu tersebar keseluruh pelosok negeri karena perkembangan teknologi dan informasi.
Untuk itulah hendaklah para guru sadar dan mulai menata diri dengan memberdayakan model pembelajaran yang baru dengan paradigma yang baru pula, untuk itulah makalah ini disusun, dalam rangka memberikan sebuah kontribusi pemikiran dan solusi pembelajaran lebih baik lagi pada masa-masa yang akan datang.

B.       Desain Model Pembelajaran
Pada dasarnya, proses pendidikan hanya akan berlangsung manakala terdapat sebuah proses pembelajaran pada pembelajar, baik proses tersebut langsung atau tidak langsung. Pembelajaran sebagai proses penafsiran dan pemahaman akan realitas dalam sebuah cara yang berbeda. Pembelajaran melibatkan pemahaman akan dunia dengan menafsirkan kembali pengetahuan.[2]
Walaupun proses pembelajaran berlangsung diluar sekolah, misalnya belajar mandiri, proses pembelajaran mempunyai andil yang cukup besar dalam membentuk dan melahirkan generasi yang berilmu pengetahuan. Permasalahan yang mungkin timbul adalah dalam memilih model pembelajaran yang digunakan. Proses pembelajaran di lembaga pendidikan seperti sekolah kemungkinan berbeda dengan model yang dipilih oleh mereka yang belajar diluar sekolah. Oleh karena itu desain model pembelajaran mutlak harus dilakukan. Kualitas hasil suatu produk metode pembelajaran sangat ditentukan oleh ketepatan dalam memilih dan mengembangkan setiap langkah desain pembelajaran.[3]
Desain dalam kamus bahasa indonesia artinya merancang[4], merencanakan. Sedangkan model pembelajaran artinya[5] pola umum perilaku pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.[6] Dengan demikian desain model pembelajaran berarti persiapan dan perencanaan yang dilakukan oleh seorang guru sebelum ia menggunakan model pembelajaran yang akan digunakan dalam proses. Pemilihan model yang tepat akan berpengaruh pada terciptanya iklim belajar yang baik pada peserta didik. Dalam proses ini guru dituntut untuk memiliki kepekaan dalam menentukan model yang dipilih sesuai dengan materi yang akan diajarkan, sebab setiap materi memiliki karakteristik khusus, sehingga pemilihan model akan berbeda pada satu materi dengan materi lainnya. kemampuan guru melakukan desain model pembelajaran yang tepat membantu dirinya menemukan irama mengajar yang baik, sehingga ia memiliki kreativitas secara desain dan proses. Menjadi guru kreatif, profesional, dan menyenangkan dituntut untuk memiliki kemampuan mengembangkan pendekatan dan memilih metode pembelajaran yang efektif.
Merencanakan dan memilih model pembelajaran dan metode dapat dilakukan guru dengan memperhatikan materi,tujuan, alokasi waktu, kondisi siswa dan sarana-prasarana.
Secara materi guru harus pandai menentukan model yang akan digunakan, teori pembelajaran akan sangat membantu guru dalam mendesain model berbasis materi ini. Materi dengan karakter sulit akan lebih memerlukan perhatian dan model pembelajaran yang lebih lengkap dibanding materi dengan kategori sedang apalagi mudah. Guru hendaknya pintar mendefinisikan materi-materi pembelajaran, konsep-konsep, dan materi ajar lainnya, sehingga pemilihan model pembelajaran tidak terhambat.
Tujuan pembelajaran juga hendaknya menjadi bahan kajian dalam mendesain model pembelajaran yang akan digunakan. Tujuan pembelajaran adalah kompetensi akhir yang harus dikuasai seorang  pembelajar. Sehingga pemilihan model pembelajaran yang tepat akan membantu pembelajaran merasa nyaman dan termotivasi untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dikehendakinya.
Kondisi siswa dan alokasi waktu  menempati urutan berikutnya dalam menentukan desain model pembelajaran, siswa di pedesaan tentu beda kondisinya dengan siswa diperkotaan, demikian juga alokasi waktu yang tersedia, lama waktu yang diperuntukan proses pembelajaran harus menjadi bahan pertimbangan bagi guru dalam menentukan model pembelajaran.

C.       Komunikasi Dalam Pembelajaran
Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah antara pendidik dan peserta didik, ia merupakan upaya timbal balik antara keduanya sehingga tercapai suatu tujuan pembelajaran. Peserta didik kini diposisikan sebagai mitra belajar pembelajar. Pembelajar bukan satu-satunya pusat informasi dan yang paling tahu. pembelajar hanya salah sumber belajar atau sumber informasi. Sedangkan sumber belajar yang lain  bisa teman sebaya, perpustakaan, alam, laboratorium, televisi, koran dan internet.[7]
Proses komunikasi dua arah yang terjalin antara peserta didik dan pendidik akan mengantarkan keduanya kepada kepuasan batin ketika sudah tercapai tujuan pembelajaran yang dicari. Semakin aktif komunikasi yang terjalin, maka akan semakin mudah ketercapaian tujuan yang ingin diperoleh.
Dalam melakukan komunikasi ini hendaklah guru dan siswa memperhatikan beberapa hal berikut:
  1. Interaksi tatap muka: Pendidik dan peserta didik berada dalam satu tempat belajar atau satu pemahaman yang sama jika pembelajaran berlangsung jarak jauh.
  2. Interdepedensi positif: para peserta didik dan pemdidik memiliki kecenderungan tujuan yang sama, dan merasa yakin dengan proses pembelajaran dapat tercapai.
  3. Tanggung jawab individual: para peserta didik harus memperlihatkan bahwa mereka secara individual telah menguasai materinya.
  4. Kemampuan-kemampuan interpersonal dan kelompok kecil. Para peserta didik diajari mengenai sarana-sarana yang efektif untuk bekerja sama dan mendiskusikan seberapa baik kelompok mereka bekerja dalam mencapai tujuan mereka.[8]
Pembelajaran pada dasarnya merupakan suatu rekayasa yang diupayakan untuk membantu peserta didik agar dapat tumbuh berkembang sesuai dengan maksud dan tujuan penciptaannya. Dalam konteks proses belajar disekolah/madrasah, pembelajaran tidak dapat hanya terjadi dengan sendirinya, yakni peserta didik belajar berinteraksi dengan lingkungannya seperti yang terjadi dalam proses belajar di masyarakat (social learning).[9] Makna yang dapat digali dari pembelajaran seperti ini artinya, proses pembelajaran memang memerlukan komunikasi, baik antara pendidik dengan peserta didik, atau antara peserta didik yang satu dengan peserta didik lainnya.

D.      Memilih Model Pembelajaran
Hasil penelitian para ahli tentang kegiatan guru dan siswa dalam kaitannya dengan bahan pengajaran adalah model pembelajaran. Penelitian tentang model pembelajaran telah dilakukan oleh beberapa ahli di amerika sejak tahun 1950-an.[10]
Dasar pertimbangan pemilihan model pembelajaran yang tepat, untuk digunakan dalam proses pembelajaran adalah :
1.      Pertimbangan terhadap tujuan yang hendak dicapai.
2.      Pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi pembelajaran
3.      Pertimbangan dari sudut peserta didik atau siswa
4.      Pertimbangan lainnya yang bersifat nonteknis.[11]
Pertimbangan pemilihan model pembelajaran yang dilakukan guru ini sebaiknya dilakukan pada setiap kali guru berhadapan dengan sebuah proses pembelajaran, meskipun hal ini akan menguras energi dan fikiran.
Untuk materi pembelajaran yang bersifat kognisi, model pembelajaran yang dipilih hendaknya yang dapat secara luas mengeksplor pengetahuan seluas-luasnya, misalnya model kooperatif dan kontekstual. Sedangkan untuk materi yang bersifat afeksi dan psikomotor, dapat dipilih model pembelajaran yang mengedepankan unsur gerak dan sikap, seperti model PAKEM dan model Berbasis Komputer.
Kepiawaian guru dalam menentukan model yang dipilih untuk suatu materi tertentu juga diawali dengan desain yang benar dan terencana dengan baik. Proses desain model seperti yang sudah dijelaskan di bagian B, merupakan jalan menuju terbentuk dan terselenggaranya model pembelajaran yang dipilih dan digunakan dalam proses pembelajaran. Hal tersebut dapat diukur dengan melihat efektifitas model yang digunakan terhadap penguasaan materi oleh siswa. Apabila sebagian besar siswa merasa nyaman dalam proses dan berimplikasi positif pada pencapaian tujuan, artinya model pembelajaran yang digunakan guru sudah sesuai dengan kehendak materi dan kehendak peserta didik. Sebaliknya, jika berkontribusi kurang baik, maka perlu adanya evaluasi bahkan mungkin perubahan model pembelajaran yang digunakan.
Pemilihan dan bahkan perubahan suatu model pembelajaran yang satu dengan model yang lain juga hendaknya difikirkan secara mendalam, agar kekurangan dan kelemahan yang sudah terjadi dapat diminimalisir bahkan dihilangkan. Unsur kenyamanan guru dalam melakukan proses pembelajaran dengan model tertentu juga harus menjadi basis penentuan model pembelajaran, sebab guru sendiri yang akan melakukan proses tersebut.

E.       Membangun Motivasi Lewat Model Pembelajaran
Motivasi adalah sebuah konsep utama dalam banyak teori pembelajaran. Motivasi ini sangatlah dikaitkan dengan dorongan, perhatian, kecemasan, dan umpan balik/penguatan.[12]
Adanya dorongan dalam diri individu untuk belajar bukan hanya tumbuh dari dirinya secara langsung, tetapi bisa saja karena rangsangan dari luar, misalnya berupa stimulus model pembelajaran yang menarik memungkinkan respon yang baik dari diri peserta didik yang akan belajar. respon yang baik tersebut, akan berubah menjadi sebuah motivasi yang tumbuh dalam dirinya, sehingga ia merasa terdorong untuk mengikuti proses pembelajaran dengan penuh perhatian dan antusias.
Apabila dalam diri peserta didik telah tumbuh respon, hingga termotivasi untuk belajar, maka tujuan belajar akan lebih mudah dicapai. Peserta didik yang antusias dalam proses pembelajaran memiliki kecenderungan berhasil lebih besar dibanding mereka yang mengikuti proses dengan terpaksa atau asal-asalan.
Untuk menumbuhkan respon yang baik dari peserta didik, guru harus memiliki keahlian dalam menentukan model pembelajaran, sebab ketika berhadapan dengan siswa dikelas, mungkin saja guru dihadapkan pada kondisi hanya sebagian siswa saja yang merespon secara baik, sedangkan sebagian lagi bersifat acuh tak acuh pada model pembelajaran yang disajikan.  Karena  itu penentuan model pembelajaran yang dipilih seperti yang diurai pada bagian D, hendaklah menjadi motivasi tersendiri bagi guru dalam menyusun dan menentukan model pembelajaran, sehingga apa yang dipilihnya menumbuhkan motivasi bagi peserta didik. Sebagai contoh saja, ketika guru bermaksud untuk menyampaikan materi puasa dalam mata pelajaran PAI, guru bisa menggunakan model kooperatif tipe JIGSAW (kerja kelompok), mengingat model/tipe  tersebut mendorong siswa lebih kreatif dan sangat fleksibel. Tema puasa sebenarnya agak sedikit berat, mengingat pekerjaan puasanya yang hanya tahunan kali. Sehingga dimungkinkan respon siswa kurang baik jika menggunakan model yang monoton. Materinya tidak menarik, model pembelajaran yang dipilih juga tidak menarik, maka apalah mungkin mendapat respon( motivasi belajar yang baik) dari siswa.
Karena itu hendaknya guru banyak memperhatikan pemilihan model pembelajaran, sehingga pemilihan yang dilakukan dapat membangkitkan motivasi belajar siswa.

F.        Penutupan
Pembelajaran adalah suatu yang mutlak dalam proses pendidikan, baik pada lembaga formal maupun nonformal, sehingga perlu sebuah keputusan yang baik dalam desain pembelajaran. Pemilihan desain dan model yang tepat sangat berguna dalam menciptakan komunikasi yang baik antara guru dan siswa ketika proses pembelajaran berlangsung. Adanya  kebutuhan terciptanya komunikasi yang baik itulah, guru dituntut pandai dalam mendesain model pembelajaran yang tepat untuk suatu materi tertentu. Maka jika pemilihan model tersebut tepat dan berdaya guna tinggi akan menumbuhkan motivasi yang tinggi dikalangan peserta didik, dengan demikian tujuan pembelajaran dengan mudah dapat tercapai.


[1] Dr. H. Martinis Yamin, M.Pd. Paradigma Baru Pembelajaran, Gaung Persada Press, Jakarta, 2011
[2] Ramsden, dalam Mark K. Smith, dkk. Teori Pembelajaran &Pengajaran. Mirza Media Pustaka, jogjakarta, 2010
[3] Drs. Muhaimin, MA. Paradigma Pendidikan Islam. Rosda. Bandung, 2004
[4] desain n 1 kerangka bentuk; rancangan; 2 motif; corak; mendesain v membuat desain; membuat
rancangan (pola dsb): perancang itu sedang ~ pakaian anak untuk musim panas; pendesain n pembuat rancangan; perancang; pembuat model.
[5] model /modél/ n 1 pola (contoh, acuan,ragam, dsb) dp sesuatu yg akan dibuat atau dihasilkan; 2 orang yg dipakai sbg
contoh untuk dilukis (difoto); 3 orang yg (pekerjaannya) memperagakan contoh pakaian yg akan dipasarkan; 4 barang tiruan yg kecil dng bentuk (rupa) tepat benar spt yg ditiru
[6] Dr. Rusman, M.Pd. Model-Model Pembelajaran. Rajagrafindo. Jakarta, 2011
[7] Dr. H. Martinis Yamin, M.Pd. Paradigma baru Pembelajaran. Gaung Persada. Jakarta, 2011 hal.
[8] Ibid, 176
[9] Drs. Muhaemin, MA. Paradigma Pendidikan Islam, Rosdakarya, Bandung, 2004 hal 184.
[10] Dr. Rusman M.Pd. Model-Model Pembelajaran. Rajagrafindo, Jakarta, 2011. Hal 131
[11] Ibid, hal 134
[12] Mark K. Smith, dkk. Teori Pembelajaran. Mirza Media Pustaka. Jogjakarta. 2010. Hal 19